Kamis, 17 Desember 2009

Bunga Bank = Riba Yang Diharamkan

Tanya : 
Assalamualaikum wr. wb.
Pengasuh kontak tanya jawab syariah yang dimuliakan Allah, saya mohon penjelasan lebih lanjut tentang riba dan bunga bank, apakah bunga bank hukumnya sama dengan riba atau tidak? Bagaimana caranya bermuamalah yang sesuai dengan syariah Islam, karena selama ini, saya pribadi, sudah sering melakukan transaksi dengan lembaga keuangan konvensional? Mohon penjelasannya! Wassalamualaikum wr. wb
(Ibu Mutmainnah, Mojokerto)

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Jawab :
Terima kasih banyak atas pertanyaan Ibu Mutmainnah kepada pengasuh kontak tanya jawab syariah PKES. Perlu kami jelaskan terlebih dahulu mengenai status hukumya riba dalam Islam. Sesuai dengan QS al-Baqarah [2]: 275, riba hukumnya haram. Dalam hal ini, tidak ada penjelasan lain yang membolehkan praktek riba dalam setiap aktifitas kegiatan ekonomi. Sudah tidak ada tawar menawar lagi tentang status keharaman riba. Sebagai solusinya, masih mengacu QS. Al-Baqarah [2]: 275, umat Islam diperkenankan untuk memperbanyak praktek jual-beli (ba’i) dalam kegiatan ekonomi.

Riba difahami sebagai ziyadah (tambahan), tumbuh dan membesar. Tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Ijma ulama tentang keharaman riba dan bahwa riba adalah salah satu dosa besar (kabair). (lihat antara lain: a-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, [tt. Dar al-Fikr, t.th], juz 9, h. 391). An-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan. Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh Sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al-Qur’an, baik riba naqd maupun riba nasi’ah. Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguh-nya hanya mencakup riba nasa’ii yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan atas harta (piutang), disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang diantara mereka, apabila jatuh jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihak berhutang tidak membayarnya, ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayaran-nya.

Sekarang bagaimana dengan bunga bank? Apakah hukumnya sama dengan riba atau tidak? Bunga bank merupakan hal yang baru, termasuk masalah kontemporer yang pada zaman awal Islam, zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Ryasidin, belum dikenal adanya bunga bank. Maka dari itu perlu adanya tanggapan hukum Islam terhadap status hukum bunga bank.

Pada awal tahun 2004, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang bunga bank haram. Dalam fatwa ini dijelaskan bahwa bunga (interest atau faidah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transkasi pinjaman uang (qard) yang diperhitungkan dan pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan atau hasil poko tersebut, berdasrkan tempo wkatu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.

Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.

Adapun keinginan Ibu Mutmainnah untuk melakukan transaksi sesuai dengan syariah Islam merupakan suatu kewajiban bagi kita yang mengaku sebagai orang Islam (muslim atau muslimah). Saat ini sudah banyak lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan syariah Islam, baik dalam bentuk perbankan maupun non perbankan, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah atau reksadana syariah. Ibu Mutmainnah dapat menghubungi lembaga keuangan syariah terdekat dan dapat memperoleh informasi tentang produk yang sesuai.

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi Ibu Mutmainnah. Wallahu ‘alam bis shawab

Sumber :
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/1993/909/lang,id/
7 Juli 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar